JAKARTA, Baritoinfo.com – Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm kembali mewakili 15 (lima belas) Serikat Pekerja (buruh) untuk mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”).
Sebelumnya Gabungan Serikat Buruh melalui INTEGRITY juga telah mengajukan Uji Formil terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu Cipta Kerja”) pada tanggal 25 Januari 2023. Namun, sayangnya dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi karena Perppu Cipta Kerja telah mendapat pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), sehingga uji formil dianggap kehilangan objek.
“Kemarin kami sempat mengajukan Uji Formil Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Namun sesuai prediksi kami sejak awal, jika DPR menyatakan PERPPU tersebut sah, maka kemungkinan besar MK akan menyatakan N.O (Niet Ontvankelijke Verklaard) dalam arti tidak dapat diterima. Walaupun idealnya bisa saja MK lebih aktif untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara dan menyatakan bahwa penerbitan Perppu bertentangan dengan Konstitusi karena tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa. Tapi ya sudahlah, sekarang kami fokus untuk menguji UU Cipta Kerjanya, kami sudah daftarkan dan serahkan berkasnya mohon didoakan agar diberikan Putusan yang Terbaik_,” ujar Prof. Denny Indrayana selaku Kuasa Hukum Serikat Buruh, 9 Mei 2023.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Jumhur Hidayat menambahkan pengujian UU Cipta Kerja dikampanyekan sebagai ikhtiar Gabungan Serikat Buruh yang betul-betul berjuang secara konsisten dan gigih dalam mengadvokasi UU Cipta Kerja karena sarat akan pelanggaran konstitusi dan pembangkangan atas Putusan Mahkamah Konstitusi.
“Kami Para Serikat Buruh akan selalu konsisten melawan kebijakan yang jelas-jelas telah merugikan para buruh, pengujian ini kembali kami lakukan sebagai ikhtiar kami agar UU Cipta Kerja dibatalkan oleh MK. UU Cipta Kerja jelas-jelas tidak Pro Buruh, melanggar konstitusi dan bahkan mengkhianati amar putusan Mahkamah Konstitusi. Kami tegaskan, kami tidak ingin Pemerintah bersama DPR melecehkan Mahkamah Konstitusi dan kami berharap Mahkamah Konstitusi juga semoga tidak mau dilecehkan oleh Pemerintah atau DPR. Sudah jelas Putusan MK mengatakan UU Cipta Kerja harus ada partisipasi masyarakat, tapi Pemerintah justru mengeluarkan Perppu Cipta Kerja yang pastinya tidak ada partisipasi masyarakat di dalamnya,” tegas Jumhur Hidayat.
Karena dianggap cacat formil maupun materiil, UU Cipta Kerja berkali-kali digugat ke MK. Bahkan pada pengujian kali ini terdapat lagi penambahan 2 Pemohon Serikat Buruh yang menolak dan memohon kepada MK agar membatalkan UU Cipta Kerja.
“Lagi-lagi Pemohon dalam pengujian UU Cipta Kerja ini bertambah. Kali ini bertambah 2 (dua), artinya sekarang total Serikat Buruh yang mengajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK menjadi 15 (lima belas) Serikat Buruh. Memang sangat banyak penolakan, sangat banyak yang merasa dirugikan, dan tentu akan sangat banyak yang akan merugi nantinya, itu jika kita lihat dari materiilnya. Kalau formilnya jelas-jelas melanggar, diperintah meaningful participation, justru dikeluarkan lewat Perppu, kemudian Perppu-nya diterbitkan bukan dalam keadaan genting, tentu ini melanggar sehingga harus dibatalkan,” sambung Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Kalangan buruh menganggap DPR saat ini sudah tidak mampu menjalankan fungsi check and balances yang baik atas semua tindakan lembaga eksekutif (pemerintah). Hal tersebut semakin jelas dengan “manut” nya DPR atas penerbitan Perppu Cipta Kerja dan justru mengesahkannya menjadi UU. Padahal sudah jelas menyalahi aturan formil maupun materiil. Sehingga harapan buruh yang tersisa saat ini hanyalah tinggal Mahkamah Konstitusi.
“Kami dan kita semua sudah tidak bisa lagi percaya ke DPR yang telah mengesahkan Perppu Ciptaker menjadi UU. Padahal harapan kita di awal adalah DPR menolak Perppu tersebut karena diterbitkan dalam keadaan yang tidak genting dan justru menyalahi UUD dan amar Putusan MK. Hal inilah yang kita anggap mestinya DPR menggunakan kewenangannya untuk mewujudkan fungsi check and balances dalam setiap kebijakan Pemerintah. Namun faktanya DPR tidak sanggup atau mungkin sengaja tidak mau. Mau ga mau sekarang harapan kami dan kita semua adalah Mahkamah Konstitusi dan semoga berhasil,” pungkas Jumhur Hidayat dengan tegas mewakili para Buruh.
Adapun 15 Serikat Buruh yang bertindak sebagai pemohon adalah 1. Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional, 2. Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, 3. Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, 4. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, 5. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, 6. Federasi Serikat Pekerja Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat, 7. Federasi Serikat Pekerja Pertanian Dan Perkebunan, 8. Federasi Serikat Pekerja Rakyat Indonesia, 9. Gabungan Serikat Buruh Indonesia, 10. Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia, 11. Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, 12. Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, 13. Serikat Buruh Sejahtera Independen ’92, 14. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, dan 15. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.(TIM)