PEKANBARU– Dua terdakwa Jefriden (51) dan Erzepen (54) mengakui telah menyuap mantan Kepala Desa (Kades) Sering, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau M Yunus untuk mengurus Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah kelompok Tani (Poktan) Parit Guntung segera diterbitkan.
Kedua terdakwa tersebut mengakui dihadapan majelis hakim yang dipimpin Iwan Irawan SH, saat sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Jumat (24/12/21). Jefridin merupakan Ketua Kelompok Tani (Poktan) Parit Guntung dan Erzepen sebagai anggota Poktan.
Penasehat Hukum (PH) Jefriden dan Erzepen, Budi Harianto SH mengatakan, mantan Kades Sering M Yunus selain penerima suap juga memeiliki tanah di Kelompok Tani.
“Dari seluas 100 hektar tanah masyarakat kelompok tani, diantaranya punya mantan Kades dan keluarganya. Kalo mantan Kades penerima tentu pemberi, fakta terungkap di persidangan, “kata Budi Harianto SH dan Adeli Rahmat Fitri SH, Sabtu (25/12/2021).
Budi menyebutkan, tanah dijual pembeli PT RAPP, berdasarkan keterangan tanah dibeli untuk kepentingan pribadi bukan perusahaan.
” Tentu kalo perusahaan beli tanah tentu harus konsensi. Dasar perusahaan membeli tentu ditanami akasia atau kalitus. Dasar perusahaan membeli apa. SKGR sudah dikeluarkan, dilibatkan Kasi Pemerintah Desa (Pemdes) Kecamatan Pelalawan, kenapa camat tidak terlibat, ” ujar Budi.
Sementara itu, mantan Kades Sering M Yunus sudah menjalani hukum dan sudah bebas. Saat itu, hakim mempertanyakan perbuatan kedua terdakwa itu yang telah menyuap Kades M Yunus itu benar atau tidaknya.
“Secara hukum kami mengaku salah Yang Mulia,”kata terdakwa, yang didampingi kuasa hukumnya Budi Harianto SH dan Adeli Rahmat Fitri SH.
Namun terdakwa mengakui, jika perbuatannya untuk memberikan uang kepada Yunus itu hanya sebagai proses administrasi saja. Sehingga diharapkan SKGR 100 persil untuk anggota Poktan itu segera diterbitkan.
Pada kesempatan itu, terdakwa Jefridin mengatakan, jika M Yunus juga memiliki tanah di Poktan yang dipimpinnya itu. Artinya, M Yunus itu tidak hanya sebagai penerima suap, namun juga sebagai pemberi suap.
Usai pemeriksaan terdakwa itu, hakim kemudian mempertanyakan jaksa penuntut umum (JPU) Jumieko Andra SH, kapan dilakukan penuntutan terhadap kedua terdakwa. Hakim meminta sidang tuntutan ditunda hingga Jumat (31/12/21) mendatang.
JPU Jumieko Andra menjera kedua terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mjuncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kasus dugaan gratifikasi ini berawal ketika Jefridin selaku Ketua Poktan Parit Guntung secara bersama-sama dengan Erzepen pada 2014 lalu ingin mengurus SKGR lahan milik anggotanya kepada M Yunus selaku Kades Sering. Namun saat itu dipersulit oleh Yunus.
Jefridin kemudian menemui Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Kantor Camat Pelalawan yakni Edi Arifin sudah divonis dan sudah bebas, untuk menjembatani pengurusan SKGR tersebut. Akhirnya, M Yunus mau menerbitkan SKGR milik terdakwa tersebut.
Namun, M Yunus membuat surat kesepakatan dan biaya administrasi sebesar Rp 2 juta untuk satu persil. Sedangkan SKGR yang diurus sebanyak 100 persil.
Artinya, Jefridin harus membayar Rp200 juta agar seluruh surat tanah itu diterbitkan tersangka. Anggota Poktan tersebut menyanggupinya dan menyerahkan 50 persen atau Rp 100 juta kepada M Yunus sebagai uang administrasi. Sisanya, setelah SKGR selesai diterbitkan.
Lalu, M Yunus membagikan uang itu kepada Edi Arifin sebesar Rp25 juta, Bakhtiar (DPO) sebesar Rp20 juta. Kemudian, kepada Muslim (DPO) sebesar Rp3 juta, kepada Amrul (DPO) sebesar Rp3 juta. Sisanya, dipergunakan untuk kepentingan pribadi M Yunus.
Akan tetapi, setelah ditunggu-tunggu ternyata SKGR yang dimaksud tak kunjung selesai. Hingga akhirnya kasus ini dilaporkan ke Polres Pelalawan.
Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang dipimpin Saut Maruli Tua SH MH sebelumnya telah menjatuhkan vonis selama 1 tahun dan 1 bulan (13 bulan-red) terhadap M Yunus, Rabu (18/12/19) silam. Yunus juga harus membayar denda Rp 50 juta, dengan subsider selama 3 bulan kurungan.
Sementara Edi Arifin divonis bersalah dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan (16 bulan). Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
(Anhar)