MUARA TEWEH – Kejaksaan Negeri Kabupaten Barito Utara mengusut dugaan penyelewengan dalam pengelolaan dana program peremajaan sawit rakyat di Desa Pandran Permai, Kecamatan Teweh Selatan.
Sebanyak 40 Petani sawit kini diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Barito Utara (18/11) dari pukul 10.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB di Kantor Desa Setempat.
Pemeriksaan terhadap petani yang menjadi terbengkalainya program peremajaan sawit tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Barito Utara Iwan Catur Karyawan beserta 8 jaksa lainnya.
“Pemeriksaan kepada 40 petani yang termasuk dalam Koperasi Soloi Bersama berkaitan langsung dengan tahap pertama program replanting sawit tahun 2019,” ujarnya Iwan (18/11) Kamis sore di Desa Pandran Permai.
“Ini masih tahap penyelidikan, mudah – mudahan akan secepatnya saya naikan ke tahap penyidikan,” tambahnya.
Disinggung kemungkinan penetapan tersangka dalam kasus tersebut dirinya mengatakan pasti ada.
“Untuk tersangka dalam kasus ini pasti ada, kerugian negara sangat kuat dan penyimpangannya sangat jelas,” kata Iwan.
Sementara itu, sejumlah petani saat diwawancarai terkait pemeriksaan yang dilakukan mengatakan terdapat sejumlah hal yang membuat mereka bingung.
“Lahan saya itu belum digarap sama sekali, tetapi anehnya saya dengar punya saya sudah ada pencairan. Siapa yang tanda tangan, uang itu siapa yang terima,” ujar petani berinisial H bingung.
Hampir senasib dengan H, salah satu petani lain juga mengungkapkan lahan sawit miliknya memang sudah digarap dan upahnya sudah diterima. Akan tetapi, upahnya tidak sesuai dengan yang lainnya.
“Aneh saya terima upah tanam hanya 2,5 juta, sementara yang lain ada yang upah tanamnya 4 juta. Lalu yang kulihat dilaporan kok upahnya Rp 5 juta lebih. Ini sudah tidak benar,” tambah salah satu petani yang enggan disebutkan namanya.
Berbeda dengan dua petani di atas, salah satu petani lainnya mengakui bingung. Kebingungan itu terkait nama suaminya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu masih dicatut beserta tanda tangannya untuk pencairan.
“Suami saya sudah lama meninggal, lalu yang tanda tangan untuk pencairan itu siapa dan uangnya kemana,” ujar ibu berbaju merah itu sedih.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat yang juga salah satu ketua kelompok tani di desa tersebut mengatakan terbengkalainya program ini merupakan salah satu cara membunuh para petani secara tidak langsung.
“Ini kan membunuh petani pelan-pelan. Kami tidak mau ikut disarankan harus ikut. Lalu sawit dibiarkan tidak terawat katanya tunggu ditebang. Tunggu-tunggu sampai sekarang tidak jelas. Kami masyarakat tentu kepikiran,” ujar Alex yang mengakui sering ditanyakan para petani terkait keberlanjutan program tersebut.
“Lalu sudah ditebang dan ditanam bilang salah bibit. Lalu ditunggu bibit pengganti tidak muncul-muncul. Pokoknya serba sial kami petani,” tambah pria asal NTT ini kesal.
Terhadap persoalan ini, Alex mewakili para petani hanya menaruh harapan kepada pihak Kejaksaan Negeri Barito Utara agar bisa membuka kasus ini terang benderang dan biar bisa diketahui siapa yang buat program mulia ini terkesan berjalan setengah hati dan membuat para petani menjerit.
“Harapannya ya kami bisa tahu siapa sih orang-orang yang buat program ini jadi seperti ini dan mereka harus tahu akibatnya. Masyarakat ini sudah jadi korbannya,” pintanya.
Diketahui, empat koperasi kelapa sawit rakyat di Kecamatan Teweh Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, mengikuti Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting di kabupaten yang ditargetkan mencapai 3.600 hektare.
Pada 2020 ini pemerintah membantu sebanyak empat koperasi sawit rakyat, di Kecamatan Teweh Selatan. Salah satunya Koperasi Soloi Bersama Desa Pandran Permai.